Rabu, 31 Juli 2024

Tantangan Menjadi Jurnalis di Medan dan Cara Mengatasainya

 Tantangan Menjadi Jurnalis di Medan dan Cara Mengatasainya



Bukan hanya menjadi tantangan jurnalis di Medan, tapi setiap jurnalis di seluruh dunia pastinya memiliki tantangan serta kesulitan yang berbeda-beda untuk menyelesaikan kasus atau tugas yang diberikan. Terutama bagi Jurnalis di pelosok desa yang masih minim terhadap perkembangan akses digital. 

Di Indonesia saat ini sudah banyak media massa baru yang dibentuk namun masih banyak juga yang tidak sesuai dengan legalitas badan hukum pada ketentuan pers. Hebatnya para jurnalist di Indonesia tak pernah menyerah dalam menuntaskan suatu kasus walaupun berakibat akan ngancam keselamatan diri. 

Seperti Medan Priaji yang saat itu menjadi surat kabar nasional pertama di Indonesia dengan menggunakan bahasa melayu yang didirikan oleh Tirto Adhi Soerjo pada tahun 1907. Hingga saat ini dirinya dikenal sebagai tokoh pers dan tokoh kebangkitan nasional Indonesia dan juga sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan nasional Tanah Air.

Bukan hanya laki-laki, Indonesia juga memiliki tokoh jurnalist perempuan yang lahir dari Sumatera yakni Ruhana Kudus. Perempuan kelahiran Kota Gadang, Sumatera Barat pada 20 Desember 1884 ini akhirnya berkecimpung di dunia jurnalis dan memperjuangkan hak-hak perempuan agar seatara dengan laki-laki. Dirinya juga mendirikan surat kabar perempuan pertama di Indonesia pada 1912 dengan nama Soenting Melajoe oleh Datuk Sutan Maharadja.

Pendidikan menjadi seorang Jurnalist saat ini juga sudah banyak tersebar di seluruh ibu kota, terutama Medan. Peminat jurusan jurnalistik di Medan juga sudah dilirik oleh para siswa yang hendak melanjutkan pendidikannya ke sarjana yang kini lebih dikenal dengan Ilmu Komunikasi dengan pembagian konsentrasi yang bisa kalian baca disini

Perkembangan zaman di era digital saat ini juga banyak membawa para media di Medan tidak hanya bergerak pada cetak/koran saja namun sudah saatnya untuk bergerak pada sistem media online berbasis website dan sosial media.

Disini, aku ingin berbagi pengalamanku setelah lulus dari jurusan Ilmu Komunikasi di salah satu kampus Medan dan tantangan pertama kali bekerja menjadi seorang jurnalist di Medan. 

Belum Paham Isu Perkembangan Kota Medan

Walaupun dikategorikan sebagai lulusan yang searah dengan jurusan tapi aku belum pernah sekalipun berkecimpung dalam dunia jurnalistik. Banyak sekali tantangan yang diharus dihadapi apalagi jika belum mengikuti perkembangan isu di kota Medan sendiri. Dalam menghadapi tantangan ini, aku harus secara cepat beradaptasi dengan lingkungan dan juga wawasan serta banyak membaca agar mendapatkan informasi yang lebih luas. 

Jika tidak paham akan isu yang berkembang tentunya informasi yang didapatkan akan minim, sehingga sulit untuk menentukan kategori berita apa yang akan ditulis. Perkembangan isu saat ini merupakan hal yang sangat dasar dan penting untuk seorang jurnalist yang baru bergabung dalam media massa. Hal ini bukan menjadi tantangan khusus di setiap kota namun merupakan tantangan publik yang bisa dirasakan oleh setiap jurnalist pemula.

Belum Punya Narasumber

Untuk pertama kali menjadi seorang jurnalist tentunya aku masih kebingungan dalam penentuan narasumber atau kepada siapa sasaran sebagai tempat untuk mendapatkan informasi. Di tantangan ini, aku harus membangun komunikasi sesama rekan jurnalist agar mendapatkan akses untuk menyasar narasumber. Dalam membangun komunikasi ini juga membutuhkan waktu yang lama, apalagi bagi aku yang masih sedikit introvent dan sering kehabisan tenaga untuk terlalu sering bersosial.

Bukan hanya membangun komunikasi dengan narasumber tapi aku juga harus menjaga komunikasi dengan para narasumber agar memiliki kesan yang baik. Sebagai media lokal di Medan yang belum mempunyai nama yang cukup populer mendapatkan narasumber adalah hal yang cukup berat terutama dalam lingkup instansi pemerintahan. 

Dapat Mengancam Keselamatan Diri

Walaupun terkadang menjadi seorang jurnalist memiliki akses yang mudah untuk memasuki instansi tertentu namun jika pemberitaan mengarah pada sesuatu yang negatif tentunya hal ini dapat berujung pada tingkat keselamatan diri. Contohnya pemberitaan terhadap dampak pembangunan di kota yang menyebabkan seseorang celaka, jika hal ini diungkapkan oleh media mungkin saja salah seorang utusan pemerintah akan mewarning hal tersebut dan bisa berujung pada ancaman. 

Dalam mengatasi hal ini biasanya aku tidak sendirian untuk mengemas pemberitaan namun mengajak para rekan jurnalist untuk juga ikut berbagung agar meminimalisir potensi terjadinya ancaman. Di kota Medan tantangan ini bisa saja terjadi karena Medan merupakan kota metropolitan dengan berbagai kasus dan juga instansi Sumatera Utara yang berada di Medan sehingga banyak tempat yang bisa dijangkau.

Medan Sebagai Pusat Kota, Tapi Narsum Sulit di Jangkau

Kota Medan merupakan ibu kota Sumatera Utara tentunya semua yang berpusat di Sumut ada di kota Medan termasuk instansi pemerintahan Gubernur, Kantor DPRD dan beberapa instansi lainnya yang mungkin mudah untuk dijadikan sebagai tempat informasi. Namun nyatanya saat ini para jurnalist kesulitan dalam mengakses narasumber untuk dapat membagikan informasi kepada wartawan. 

Narasumber sering sekali melontarkan berbagai alasan agar terhindar dari rekan jurnalist yang memiliki tuntutan dalam menyelesaikan tugasnya. Hal ini sering sekali aku rasakan apalagi sebagai orang baru. Walaupun sudah hampir setahun menjadi jurnalist tapi hal ini belum bisa ku pecahkan agar dapat menjalin komunikasi yang baik dengan narasumber baru, terkadang nama media yang belum dikenal juga menjadi kendala sebagai minat seorang narasumber untuk memberikan informasi.




18 komentar:

  1. Jadi Jurnalis itu gak mudah , apalagi di Medan ini ya Sis, Kota sejuta ketua.

    BalasHapus
  2. Jadi ingat berita rumah dibakar di Karo itu, yaa. Isunya seorang jurnalis juga. Sedih kali kalo sampe tuntutan profesi harus mengorbankan keluarga.
    Semoga pelaku dihukum setimpal.
    Sehat2 kalian para jurnalis....

    BalasHapus
  3. Jurnalis itu besar lewat relasi, karena dari relasi kita bisa kenal banyak narasumber yang dibutuhkan untuk berita yang mau dinaikkan. Relasi sesama jurnalis juga penting, jadi Dinda bisa mulai dengan join organisasi jurnalis di Medan biar agak membantu kalau kalau ada yang sulit. Anyway, narasumber biasanya diarahkan dari atasan kan kalau di awal-awal? Aku dulu begitu soalnya. Semangat menjalani karier sebagai jurnalis, ya.

    BalasHapus
  4. Jurnalis itu wajib tahan banting ya kan, apalagi ketika baru mulai menjejakkan kaki di dunia kejurnalistikan. Bukan cuma ilmu kepenulisan, ku pikir lebih ke relasi dan jaringan untuk bisa dapat akses ke narsum. Iya gak sih?

    BalasHapus
  5. Jurnalis adalah salah satu dream jobku yang belum kesampaian hehe

    BalasHapus
  6. Wah keren sih para jurnalis ini, apalagi yang turun langsung ke lapangan dan nyari info sana-sini untuk memperkuat objektifitas beritanya.

    Semangat terus ya Dinda. Jaga kesehatan dan keselamatan.

    BalasHapus
  7. Setiap profesi pasti punya tanggung jawab yang berat. Namun, kalau kita sudah mencintai profesi yang dipilih, maka segala tanggung jawab dan kewajibannya akan terasa mudah untuk dilalui.

    BalasHapus
  8. Awalnya saya pikir redaktur yg menentukan kita ada di rubrik apa, rupanya kita sendiri yg menentukan ya.

    BalasHapus
  9. Kak, semoga selalu dalam lindungan Allah SWT ya. Apalagi untuk jadi jurnalis yg mengabarkan kebenaran jalan nya tentu gak muda.

    BalasHapus
  10. Semangat kak. Karena almarhum bapakku juga jurnalis. Jurnalis itu harus tahan banting, tahan omongan, sama harus banyak sabarnya kak. Sabar dibatalkan wawancara sama narasumber, sabar tidak ada narasumber dan sebagainya kak.

    BalasHapus
  11. Ngerih ah wartawati heits sekota Medan nih, sukses terus ya dek

    BalasHapus
  12. Benar ya, jadi jurnalis itu harus update dengan berita berita terkini jadi bisa punya beragam POV. Din, penasaran, bahkan dirimu masih cocok kalau dibilang masih SMA, ada ga tantangan jurnalis atau pengalaman unik jadi jurnalis dengan tampilan awet muda sepertimu,Din?

    BalasHapus
  13. Salut banget sama jurnalis yang terus berjuang walaupun banyak tantangan. Semoga para jurnalis tetap kuat dan semangat terus ya!

    BalasHapus
  14. Dibalik setiap pekerjaan ternyata sturggle-nya luar biasa ya. Semangat Dinda.

    BalasHapus
  15. Semoga Allah selalu lindungi dinda dalam beraktifitas. Karena aku yakin menjadi jurnalis pasti banyak lika likunya, apalagi ketika berusaha mengungkapkan sebuah fakta.

    Semangat selalu ya

    BalasHapus
  16. Nulis jurnalis nya kenapa jurnalist sih din? matiin dululah auto correct di wordnya wwkwk

    BalasHapus
  17. Medan as Gotham City kata orang-orang, namun entah kenapa sebagai warga kota Medan aku hanya bisa tertawa. Memang benar, iklim di kota kita ini amat sangat berbeda dengan kota-kota lian. Tidak hanya dalam hal bermasyarakat, dalam kehidupan bersosial dan lingkungan kerja pun kota Medan ini lebih "keras" dibanding kota-kota lainnya.
    Ada istilah "wartawan bodrek" alias bikin pening karena suka "nodong" baik dalam hal "ehem" maupun dalam hal sesi wawancara. Dalam praktisnya, memang iklim kerja kita harus demikian, karena demi mengupas fakta, tak jarang narasumber membolak-balik keadaan. Bahkan ada yang playing victim dengan omongannya sendiri. Saat ditanya wartawan A bilangnya "gini", kepada media B bilangnya "gitu". Gak konsisten. Tapi itulah iklim kerjanya atau entah ini hanya terjadi di kota kita? Haha

    BalasHapus
  18. Beda pekerjaannya, beda tantangannya. Semoga kita tetap dijaga Allah dan terjaga semangatnya.

    BalasHapus